Judul: Kesediaan Hati untuk Unjuk diri
Oleh: Fery Yanto Yudhi Saputro, S. Pd
Lead.: “Pakaryan kuwi di delok saka tatune, dudu Pangomonge”
Ungkapan Bahasa Jawa memiliki ragam makna dan kaya akan filosofi kehidupan. Tutur kata Bahasa Jawa banyak dijumpai oleh masyarakat Indonesia. Kata ungkapan Bahasa jawa sering dijumpai banyak makna positif yang tersirat. Baragam ungkapan dalam Bahasa Jawa juga kerap dinilai bagian nasehat orangtua untuk anaknya.
Seperti ungkapan “Pakaryan kuwi di delok saka tatune, dudu Pangomonge” sudah tidak asing terdengar di telinga kita, apa lagi dalam kehidupan masyarakat, khususnya orang Jawa. Yang dapat diartikan sebagai Pekerjaan bisa dilihat dari hasil pekerjaannya, bukan dari bicaranya. Sebuah ungkapan yang sangat epic bila mau menelisik lebih jauh tentang arti dan makna untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari hari.
Perjalanan kehidupan dalam hidup sehari-hari memiliki sebuah tujuan yang akan dicapai masing- masing individu, karena pada dasarnya kehidupan hanyalah sebuah perjalanan proses dalam setiap jengkal langkah untuk mecapai sebuah hasil yang diinginkan. Seperti halnya dalam dunia Pendidikan akan terus berjalan mencapai tujuan pembelajaran yang baik, dengan tercipta generasi penerus bangsa yang berkualitas, meskipun banyak sekali kendala dan permasalahan yang dihadapi.
Seperti dalam proses pembelajaran bahasa Jawa, banyak siswa yang mengeluhkan sulitnya memahami bahasa Jawa dari segi penggunaan bahasa dan memahami kosa kata, lebih-lebih penggunaan bahsa jawa dalam ragam krama dan krama inggil. Inilah gambaran situasi yang klasik dalam proses pembelajaran bahsa Jawa. Semua tergantung dari masing masing peserta didik, bersedia bertindak untuk mengubah situasi, atau bersedia menerima situasi. Terlepas dari suka atau tidak suka, dari sebuah situasi permasalahan yang dihadapi.
Sebelum berkata “tapi….” atau mulai protes dengan membela situasi saat ini, sebenarnya sama saja mengajukan diri untuk tetap berada dalam situasi tersebut, maka berhentilah. Tidak ada kata “tapi”, karena hanya akan menambah beban tambahan pada proses pembelajaran. Situasi tidak merubah seseorang, hanya akan mengungkap jati diri seseorang kepada orang itu sendiri. Ukuran kesungguhan dalam diri bukan dilihat dari situasi yang dihadapi, tetapi bagaimana cara merespons terhadap sebuah situasi, untuk memulai proses baru.
Sebelum memlai proses baru untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, kita perlu menghentikan proses dan statement menyalahkan situasi, mengutuk diri, menyalahkan orang lain, menyalahkan lingkungan, dan menyalahkan masa lalu. Bahkan kita menyalahkan diri sendiri juga tidak ada gunanya. Namun, satu hal yang bisa kita lakukan untuk merubah situasi dan menyelesaikan masalah tersebut, yaitu dengan kesediaan dari hati untuk keluar dari situasi dengan kesadaran diri mencapai tujuan pembelajaran
Kesediaan sebagai kualitas atau keadaan siap dan kesiapan. Dengan kata lain, kesediaan adalah keadaan dimana kita bisa terlibat dalam hidup dan melihat suatu situasi dari sudut pandang yang baru. Kesediaan dimulai dari diri dan berakhir pada diri. Tak seorangpun bisa membuatmu bersedia, dan kamu tidak bisa bergerak maju sampai benar-benar bersedia melakukan gerakan berikutnya.
Ketika kamu bersedia, kamu benar-benar merasakan kesediaan itu, kebebasan dalam diri untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Begitu pula sebaliknya, ketika kita tidak bersedia, kamu akan merasakan kemandekan yang menghentikan dan menekan seperti beban berat dalam dada. Kesediaan adalah bentuk tanggung jawab dalam proses menuju sebuah tujuan. Ketika bersedia dari hati untuk belajar, pasti dapat menikmati sebuah proses, bukan sebuah beban untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Beberapa tujuan pembelajaran merasa mustahil dicapai jika hanya terpusat pada masalah dan rasa ketakutan dalam diri. Misalnya, saya ingin memahami kosa kata Bahasa jawa dalam ragam ngoko dan krama. Tapi, bersediakah untuk melakukan menghafal kosa kata, belajar berbicara dengan Bahasa jawa, sering membaca buku-buku berbahasa jawa? Bila tidak bersedia, sama saja siswa menciptakan sebuah blok pemikiran bahwa Bahasa Jawa itu sulit. Berhentilah berpura-pura kepada diri sendiri. Menghadapi ketidaksediaan untuk mengambil tindakan yang perlu untuk mencapai tujuan akan memerlukan pengakuan dan penerimaan bahwa selama ini membohongi diri sendiri.
Mulailah untuk memperbaiki diri dengan cara pandang baru, dengan bersedia dan tidak bersedia, bukan melalui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Siswa akan menyadari dan berfokus pada apa yang benar benar penting bukan tentang suka dan tidak suka. Ketika siswa sudah benar benar siap dan sadar melakukan, maka siswa mengambil alih kendali atas pikiran bawah sadar untuk melakukan sesuai tujuan dalam pembelajaran.
Siswa memiliki kemampuan untuk menentukan kebenaran yang sesungguhnya, yang datang dari diri kognitif, bukan kebenaran yang terus dimunculkan oleh kekliruan di masa lalu. Kesediaan adalah sebuah kebenaran, keindahan yang dapat dimunculkan oleh diri. Tidak ada lagi pikiran keliru seperti “Bahasa Jawa itu sulit”, bila membingkai sebuah permasalahan dengan kesediaan dan ketidaksediaan untuk mencapai tujuan.
Siswa akan menyadari ketika bersedia melakukan apa yang perlu dilakukan, semua hal lain menjadi tidak penting. Bila sudah benar-benar bersedia maka tidak akan menunda, tidak akan melalaikan tanggung jawab. Terus berjalan melangkah menunjukkan diri mencapai tujuan, untuk mendapatkan hasil sebagai wujud kesediaan dalam diri.